Thursday 29 May 2014

Ignorantia Iuris Nocet

Mungkin sudah banyak yang pernah mendengar adagium ini, mungkin juga tidak sedikit yang tahu artinya. Jadi arti dari adagium tersebut adalah, ketidaktahuan akan hukum mencelakakan. Setidaknya seperti itulah definisi yang ada jika kita mencarinya di mesin pencari mbah google. 

Namun ada makna tersirat dari definisi tersebut, dan jika ingin lebih memahaminya sudah pasti kita harus menggali lebih dalam makna yang terkandung di dalamnya. Jika kita tafsirkan, memang begitulah keadaan seseorang yang tidak tahu menahu tentang hukum. Keadaan tersebut tidak dapat menjadi penyelamat kita di persidangan, hanya karena kita beralasan tidak mengetahui hukumnya. Jadi dengan kata lain ketidaktahuan akan hukum mencelakakan.

Asas Equality before the law, yaitu kesamaan di hadapan hukum. Artinya, semua orang memiliki kedudukan yang sama di dalam hukum. Jadi, entah tahu atau tidak mengenai hukum, setiap orang dianggap tahu. Begitulah fiksi hukum. Ketidaktahuan tersebut tidak bisa dijadikan alasan pembenar dan pemaaf dalam pengadilan. 

Bayangkan saja ada seseorang yang mencuri, di pengadilan dia berdalih dengan alasan tidak tahu hukumnya jika mencuri itu melanggar dan diatur dalam KUHP. Pertanyaannya adalah, apakah dia lolos dari jerat hukum? Jawabannya tentu saja tidak. Berdasarkan perbuatannya dia tetap dikenai pasal 362 KUHP. Walaupun dalam penjatuhan hukuman akan dilihat lagi dari aspek pelaku perbuatannya (akan saya bahas di lain kesempatan). Jika dengan alasan tidak tahu hukum dapat membebaskan penjahat, akan jadi apa negara kita ini? Perbandingan antara orang yang benar-benar mengetahui hukum dengan yang tidak sudah jelas lebih banyak yang tidak mengetahui. Belum lagi jika pelaku kejahatan berpura-pura dengan alasan tidak tahu hukum, sudah pasti negara ini akan hancur dengan banyaknya tindak kejahatan yang tak terkendali.

Nah, dari contoh kasus tersebut semakin jelas kan maksud dari adagium yang saya sampaikan? Jadi dapat disimpulkan bahwa sudah saatnya kita paham tentang hukum, meskipun tidak sehandal para sarjana hukum. Paling tidak kita harus tahu setiap pemerintah membuat dan memberlakukan peraturan baru. Karena setelah peraturan disahkan dan diumumkan dalam staatsblaad (lembaran negara), setiap orang difiksikan tahu hukum/peraturan tersebut. Ya istilahnya biar ga kudet. Karena kembali lagi, setiap orang dianggap tahu hukum meskipun kenyataannya belum tentu. Jadi sama-sama rugi kan? Tapi jika kita tahu sedikit tentang hukum, dapat menghindarkan kita dari perbuatan yang melanggar hukum tersebut.


No comments:

Post a Comment