Thursday 19 June 2014

Studi Kasus Dampak Penambangan Pasir

TUGAS TERSTRUKTUR HUKUM LINGKUNGAN
DAMPAK PENAMBANGAN PASIR
STUDI KASUS

logo unsoed 2.png

MAKALAH

OLEH :
FERO ARIDIANA                E1A113117






DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS HUKUM
PURWOKERTO
2014





DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ……………………………………………………………………………   i
DAFTAR ISI …………………………………………………………………………  ii                                                                                                                                                                                   
BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………………………………  1
A.       Latar Belakang ………………………………………………………………………………  1
B.        Rumusan Masalah …………………………………………………………………………..   2
C.        Tujuan ……………………………………………………………………………………….   2
BAB II PEMBAHASAN ………………………………………………………………………..  3
A.       Kegiatan Penambangan Pasir di Desa Sokawera………………………………………… …  3
B.        Dampak yang Ditimbulkan dari Kegiatan Penambangan  ………………………………….   4
C.        Penegakan Hukum Lingkungan …………………………………………………………….   5
BAB III PENUTUP ……………………………………………………………………………..  7
A.       Kesimpulan ………………………………………………………………………………….   7
B.        Saran ………………………………………………………………………………………..   7
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………………………8                                                                                                                                                                               





BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Lingkungan adalah tempat kita tinggal. Kondisi lingkungan sangat mempengaruhi kehidupan baik itu komponen biotik maupun komponen abiotik. Sehingga untuk menjaga agar kondisi lingkungan tetap seimbang dan memberi dukungan dalam kehidupan, sangatlah penting bagi kita yaitu manusia yang memiliki akal untuk menjaga dan merawat lingkungan.
Dalam masyarakat desa yang kearifan lokalnya masih terjaga, keadaan lingkungan pun cenderung lebih baik dibandingkan di kota. Namun, dengan adanya campur tangan produsen dan pelaku usaha, memberi dampak buruk terhadap lingkungan pedesaan. Dalam kasus ini saya mengambil contoh kasus di desa Sokawera tentang penambangan pasir. Dalam Kegiatan penambangan banyak komponen yang terganggu kondisinya. Praktek penambangan dilakukan oleh masyarakat setempat dengan bantuan pelaku usaha yang terkadang menggunakan alat modern.
Jika kita cermati, kerusakan lingkungan juga bukan hanya pengaruh dari faktor ekstern saja, banyak juga faktor yang timbul dari intern masyarakat setempat. Dalam kasus penambangan pasir di desa Sokawera memang benar bahwa penyebab kerusakan lingkungan adalah pelaku usaha, tetapi sebenarnya ada factor yang lebih besar, yaitu masyarakat lokal. Kenapa demikian? Hal ini dikarenakan pelaku penambangan adalah masyarakat lokal, mereka memang menghendaki sungai di daerah mereka untuk dilakukan penambangan. Tentu saja hal ini dikarenakan faktor ekonomi. Kegiatan penambangan menjadi mata pencaharian masyarakat di daerah sekitar sungai desa Sokawera. Namun, mereka melupakan sesuatu dengan melakukan pembiaran terhadap eksploitasi di sungai mereka. Mereka mungkin tidak memperkirakan dampak yang lebih besar yang akan terjadi jika kegiatan itu dilakukan secara besar-besaran.
Kerusakan lingkungan akan memberikan dampak terutama kepada masyarakat di sekitar daerah yang mengalami kerusakan. Demikian juga yang terjadi pada masyarakat desa Sokawera akibat penambangan pasir. Meskipun pelakunya bukan hanya masyarakat setempat dan melibatkan pihak luar, dampak kerusakan terbesar adalah dialami oleh warga lokal. Maka sudah sewajarnya bahwa masyarakat harus lebih menjaga dan melakukan pencegahan terhadap kerusakan lingkungan mereka.


B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana kegiatan penambangan pasir di desa Sokawera?
2.      Apa dampak yang ditimbulkan dari kegiatan penambangan?
3.      Bagaimana cara penegakan hukum lingkungan?

C.    Tujuan
1.      Mengetahui kegiatan penambangan pasir di desa Sokawera
2.      Mengetahui dampak yang ditimbulkan dari kegiatan penambangan
3.      Mengetahuipenegakan hukum lingkungan





BAB II
PEMBAHASAN

A.    Kegiatan Penambangan Pasir di Desa Sokawera

Kegiatan penambangan pasir dilakukan di desa Sokawera, Kecamatan Somagede. Daerah ini memang dikelilingi oleh sungai yang menghasilkan pasir berlimpah. Dengan berlimpahnya pasir mendorong para pelaku usaha untuk mendapatkan pasir tersebut. Mengingat pasir sangat dibutuhkan untuk membangun rumah maupun gedung-gedung yang lain. Penambang adalah warga lokal yang memang sudah sejak lama bekerja menambang pasir di daerah tersebut dan mereka bertempat tinggal tidak jauh dari sungai. Sedangkan pengepul pasir sendiri berasal dari daerah lain yang datang menggunakan truk-truk besar untuk megangkut.
Setiap pagi para penambang pasir mulai mengambil pasir yang ada di sungai. Dahulu masih menggunakan cara yang sederhana, yaitu dengan cangkul dan serok. Kegiatan ini menjadi mata pencaharian warga di sekitar sungai. Kebanyakan dari mereka adalah penambang yang sudah melakukan pekerjaan tersebut sejak lama. Sejak mereka muda, kemudian menikah, dan sekarang menjadi sumber penghidupan keluarga.
Seiring dengan kemajuan teknologi dan peningkatan kepentingan muncul cara penambangan pasir yang lebih modern, yaitu menggunakan alat mekanik. Alat-alat yang lebih modern tentu akan meningkatkan hasil dari penambangan, dan secara otomatis meningkatkan penghasilan dalam rupiah. Hal ini berdampak negatif pula terhadap sungai dan daratan di sekitarnya. Karena hasil yang didapat banyak tanpa mengeluarkan tenaga yang cukup besar, mereka cenderung ingin memperoleh lebih dan lebih banyak lagi. Akibatnya terjadi eksploitasi yang tidak terkendali dan merusak lingkungan. Bahkan mereka sempat menggunakan alat pengeruk pasir yang lebih modern, yaitu semacam alat berat. Namun penggunaan alat tersebut memungkinkan terjadinya kesenjangan antar penambang pasir, sehingga tidak digunakan lagi.
Pasir-pasir yang mereka kumpulkan akan diangkut oleh kendaraan, umumnya bak terbuka atau truk. Kendaraan-kendaraan tersebut adalah milik pengepul atau pelaku usaha daerah lain. Kemungkinan kerja sama mereka sudah terjalin sejak lama, antara penambang, sopir kendaraan, serta pelaku usaha. Namun tidak jelas perjanjian seperti apa yang mereka buat dan sepakati bersama. Hal ini terlihat ketika terjadi dampak dari akibat penambangan pasir yang tidak kunjung diatasi dan diselesaikan. Masalah yang muncul terus saja terjadi dan belum ada pemecahannya. Masyarakat lain yang bukan penambang hanya menjadi pengamat dan ikut merasakan dampak dari kegiatan yang mereka lakukan.



B.     Dampak yang Ditimbulkan dari Kegiatan Penambangan

Kegiatan penambangan pada awalnya tidak menimbulkan dampak yang besar. Namun seiring berjalannya waktu, dampak yang ditimbulkan semakin besar. Hal ini terjadi karena kegiatan tersebut dilakukan secara terus menerus dan dalam skala yang bertambah setiap harinya. Apalagi dengan adanya alat yang lebih modern yang meningkatkan jumlah ekploitasi pasir. Ditambah lagi pelaku usaha/produsen yang menjadi pengepul pasir semakin hari selalu bertambah. Hal ini dapat dilihat dari jumlah kendaraan pengangkut yang semakin banyak. Jika awalnya hanya kendaraan kecil sejenis bak terbuka, sekarang bertambah menjadi truk sedang, truk besar, dan ada juga truk yang lebih modern.
Dampak-dampak dari kegiatan penambangan pasir tersebut antara lain:
a.       Air sungai yang semakin dalam karena pasirnya terus-terusan diambil bahkan sebelum sungai kembali memproduksi pasir tersebut. Hal ini terjadi sebagai akibat dari eksploitasi pasir di dasar sungai dalam jumlah besar.
b.      Dataran di pinggiran sungai yang semakin sedikit.
Hal ini terjadi karena pasir-pasir di pinggiran sungai tidak luput dari kegiatan penambangan. Pasir-pasir tersebut diambil dan menimbulkan lubang yang besar dan dalam. Sehingga ketika musim hujan, lubang-lubang tersebut digenangi air sungai. Akibatnya daratan yang tersedia menjadi berkurang dan semakin sedikit.
c.       Jalan di desa menjadi rusak.
Rusaknya jalan disebabkan oleh kendaraan pengangkut pasir yang setiap hari melewati jalan yang umumnya adalah jalan sempit dekat pemukiman warga. Bahan pembuatan jalannya juga tidak sekokoh dengan jalan utama (jalan raya). Sedangkan kendaraan pengangkut pasir umumnya adalah kendaraan berat, yang akan semakin berat ketika berisi muatan yaitu pasir.
d.      Polusi udara, jalan yang berdebu
Dengan hilir mudiknya kendaraan pengangkut pasir yang dating setiap hari, bahkan saat hari sedang panas menimbulkan polusi udara yang tidak dapat terhindarkan. Setiap hari jalanan di pemukiman warga yang dilewati kendaraan udaranya bercampur dengan debu. Hal ini tentu saja mencemari udara yang seharusnya di desa masih asri.
e.       Rusaknya tanaman di pinggir jalan yang dilalui oleh kendaraan pengangkut
Karena udaranya bercampur dengan debu, ketika kendaraan lewat debu-debu tersebut akan menempel di tanaman yang ada di pinggir jalan. Ini menyebabkan tanaman rusak, ditambah lagi dengan udara yang panas. Sehingga tidak ada tanaman yang tumbuh dengan baik, bahkan kebanyakan akan kering dan mati. Akibatnya produksi oksigen di desa tersebut berkurang.
f.       Kebisingan
Kendaraan pengangkut pasir yang melewati jalan pemukiman penduduk adalah kendaraan besar dan berat yang suaranya juga keras. Hal ini menimbulkan polusi suara yaitu kebisingan. Ditambah lagi mereka datang setiap hari. Ketika siang hari warga ingin beristirahat sejenak dari aktivitas bertani menjadi terganggu dengan suara kendaraan yang hilir mudik tanpa jeda.
Berbagai dampak tersebut tidak memberikan kompensasi terhadap warga lokal. Ketika mereka akan membangun rumah dan membutuhkan pasir sebagai bahan material, harga yang harus dibayar akan sama seperti harga jual kepada pelaku usaha. Hal ini menjadi tidak adil melihat dampak yang harus diterima oleh warga sebagai akibat dari kegiatan penambangan di daerah mereka. Dari aktivitas tersebut hanya memberikan keuntungan untuk penambang dan pelaku usaha, sedangkan warga lain yang tidak melakukan usaha ikut merasakan dampaknya.

C.    Penegakan Hukum Lingkungan

Hukum lingkungan adalah keseluruhan peraturan yang mengatur tingkah laku orang tentang apa yang seharusnya dilakukan atau tidakdilakukan terhadap lingkungan, yang pelaksanaan peraturan tersebut dapat dipaksakan dengan suatu sanksi oleh pihak yang berwenang.[1]
Dengan demikian masyarakat diatur untuk menjaga lingkungan serta tidak melakukan tindakan yang dapat merusak. Jika peraturan itu dilanggar akan dikenakan sanksi. Kegiatan penambangan yang dilakukan oleh warga dan pelaku usaha dapat dikatakan sebagai pelanggaran, karena sekarang sudah menimbulkan berbagai dampak yang merugikan lingkungan.
Kasus pelanggaran terhadap lingkungan harus segera dilakukan penegakan hukum.Penegakan hukum lingkungan adalah pengamatan hukum lingkungan melalui pengawasan (supervision) dan pemeriksaan (inspection) serta melalui deteksi pelanggaran hukum, pemulihan kerusakan lingkungan dan tindakan kepada pembuat (dader; offender).[2] Hal ini dilakukan karena hingga saat ini tidak ada itikad baik antara penambang dengan pelaku usaha untuk menangani dampak yang timbul dari kegiatan yang mereka lakukan. Tidak ada kejelasan mengenai siapa yang bertanggung jawab terhadap masalah yang timbul tersebut. Warga dapat mengadukan hal ini kepada kepala desa agar ada upaya yang dilakukan dan sebagai penengah antara pelaku dan pihak yang dirugikan. Jika kasus ini dapat diselesaikan di tingkat desa saja maka tidak perlu sampai ke pengadilan. Tujuan penyelesaian sengketa di luar pengadilan adalah untuk mencari kesepakatantentang bentuk dan besarnya ganti rugi atau menentukan tindakan tertentu yang harus dilakukan oleh pencemar untuk menjamin bahwa perbuatan tersebut tidak akan terjadi lagi di masa yang akan datang.[3]
Penyelesaian sengketa melalui pengadilan dapat ditempuh jika penyelesaian sengketa yang tadinya ingin diselesaikan di luar jalur pengadilan tidak berhasil mencapai kesepakatan. Pihak yang dirugikan dapat melakukan gugatan, sesuai adagium Nemo Judex Sine Actore, yang artinya secara keperdataan seseorang hanya memiliki hak untuk menggugat apabila dia memiliki kepentingan yang dirugikan oleh orang lain. Dalam gugatan keperdataan tergugat dapat dikenai ganti rugi sebesar pelanggaran yang dilakukan. Ganti rugi tersebut digunakan untuk mengganti kerugian warga akibat pelanggaran yang dilakukan oleh tergugat. Namun yang paling penting dalam penerapan hukum lingkungan adalah untuk mengembalikan kondisi lingkungan seperti semula, agar fungsinya kembali lagi sehingga memberi daya dukung terhadap warga.




BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan

Sebagai masyarakat adat memang sudah menjadi hak kita untuk memanfaatkan sumber daya alam yang ada di lingkungan adat. Namun kita juga berkewajiban untuk menjaga kelestarian agar di masa yang akan datang sumber daya alam tersebut tetap ada dan generasi selanjutnya dapat merasakan manfaat dari apa yang kita rasakan sekarang.
Dalam pemanfaatan tersebut yang kadang membuat kita lupa. Kita mengeksploitasi lingkungan seolah-olah kita hanya hidup untuk hari ini, sehingga mengambil secara besar-besaran tanpa memikirkan efek ke depannya. Ketika muncul efek yaitu kerusakan pada lingkungan yang kita tinggali, barulah kita sibuk mencari pihak yang harus bertanggung jawab. Terkadang kita lupa bahwa mungkin saja apa yang kita lakukan juga member efek kerusakan terhadap lingkungan kita.

B.     Saran

Lingkungan adalah milik kita bersama, maka untuk menjaga kelestarian adalah menjadi tanggung jawab bersama. Semua pihak harus mempunyai kesadaran untuk selalu menjaga kelestarian agar lingkungan senantiasa memberi daya dukung yang tinggi kepada manusia.
Ketika ada kasus pelanggaran lingkungan, semua pihak harus segera mengambil tindakan agar kerusakan tidak menjadi semakin parah. Jangan sampai ada pembiaran karena jika sudah terlalu parah ditakutkan pihak yang seharusnya bertanggung jawab akan lari dan masalah tidak terselesaikan. Akhirnya yang menanggung adalah warga lokal sendiri yang notabene bukan pelaku penyebab kerusakan. Jika ada kesadaran dari berbagai pihak, lingkungan yang sehat akan terus kita nikmati sampai generasi yang akan datang.



DAFTAR PUSTAKA

Husin, Sukanda. 2009. Penegakan Hukum Lingkungan Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika
Soemartono, Gatot P. 2004. Hukum Lingkungan Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika
Supriadi. 2008. Hukum Lingkungan Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika










[1] Gatot P. Soemartono, Hukum Lingkungan Indonesia, 2004, Jakarta: Sinar Grafika, hlm. 46
[2]Supriadi, Hukum Lingkungan Indonesia, 2008, Jakarta: Sinar Grafika, hlm. 269

[3] Sukanda Husin, Penegakan Hukum Lingkungan Indonesia, 2009, Jakarta: Sinar Grafika, hlm. 104

No comments:

Post a Comment